Di puncak perang dingin akhir tahun 1980, pertempuran diplomatic antara Korea Utara dan Korea Selatan pecah di benua Afrika karena kampanye Korea Selatan untuk bergabung dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa. Di musim gugur tahun 1990, tiga tahun setelah dibukanya kedutaan Korea Selatan, ibukota Somalia yaitu Mogadishu dilanda perang saudara dan menyebabkan para diplomat Korea Selatan terperangkap. Kedutaan Korea Utara pun juga menghadapi situasi yang sama. Para diploma dari kedua negara tersebut, yang merupakan musuh di dunia luar, menjadi sasaran hujan peluru yang ditembakkan oleh pasukan pemerintah Somalia dan pemberontak dalam kekacauan perang saudara. Mereka pun memertaruhkan nyawa dan berusaha melarikan diri bersama.
In the late 1980s, at the height of the Cold War, a diplomatic skirmish between North and South Korea breaks out on the African continent over the latter’s campaign to join the United Nations. In Autumn 1990, three years after the opening of a South Korean embassy, Somalia’s capital Mogadishu is engulfed in civil war, leaving the South Korean diplomats trapped. The North Korean embassy, meanwhile, faces the same situation. The diplomats of these two nations, who in the outside world are sworn enemies, become targets for the hails of bullets fired by both Somali government forces and the rebels in the chaos of civil war. Risking their lives, they embark on a joint escape.