Love Indonesia
|

Iron Man 3 Review: Ironless Tony Stark

Mon, 13 May 2013 10:38
Viewed: 3952
0
Thumbs Up
Thumbs Down
Iron Man 3 Review: Ironless Tony Stark

Setelah beraksi bersama para superhero Marvel lain dalam The Avengers (2012), Tony Stark kembali hadir dalam cerita individu lewat sekuel teranyar, Iron Man 3. Beban berat dibawa Iron Man 3, karena bukan hanya lanjutan dari Iron Man 2 (2010), namun juga follow up dari peristiwa di The Avengers. Kesuksesan luar biasa The Avengers mau tidak mau diharapkan pula terjadi pada film garapan sutradara Shane Black, yang mengambil alih posisi Jon Favreau.

Black punya modal kuat berkat kerjasama terdahulunya dengan Robert Downey Jr., sang Iron Man sendiri, dalam Kiss Kiss Bang Bang (2005). Namun, menyutradarai film dalam sebuah franchise besar Marvel Cinematic Universe seperti Iron Man tentunya lain cerita. Apalagi, Iron Man 3 adalah film pertama dalam rangkaian ‘Phase 2’, yang akan diikuti Thor: The Dark World (2013), Captain America: The Winter Soldier (2014), dan diakhiri dengan The Avengers 2 (2015).

Iron Man 3 dibuka dengan sebuah flashback pada 1999. Di sebuah pesta malam tahun baru, Tony Stark berkenalan dengan Maya Hansen (Rebecca Hall), seorang ilmuwan muda dan cantik. Di malam yang sama, Aldrich Killian (Guy Pearce), ilmuwan lain yang berfisik tidak sempurna dan berpenampilan nerd, berusaha mengajak Stark untuk bekerja sama dengannya. Sombong dan narsis, Stark terlalu fokus dengan Hansen, mengabaikan Killian yang terlanjur berharap banyak dan akhirnya kecewa. 13 tahun kemudian, Stark yang kini telah lebih dewasa dan memiliki alter ego Iron Man, harus menerima akibat dari penolakannya terhadap Killian. Lewat sebuah virus bernama Extremis, Killian menyempurnakan fisiknya yang dulu cela, dan mengembangkan virus tersebut menjadi senjata biologis mematikan. Ironisnya, pencipta virus Extremis tersebut adalah Maya Hansen.

Killian bekerja sama dengan seorang pemimpin teroris The Ten Rings bernama Mandarin (Sir Ben Kingsley), yang telah melakukan aksi teror dan peledakan di Amerika Serikat. Masalah menjadi personal, ketika aksi Mandarin mengakibatkan Happy (Jon Favreau), sahabat dan mantan asisten Stark terluka parah dan koma. Stark, yang kondisi kejiwaannya tengah tidak stabil akibat trauma pasca peristiwa di The Avengers, menantang Mandarin untuk berhadapan langsung. Ia mengesampingkan fakta bahwa sikap paranoid-nya mengancam hubungan asmaranya dengan Pepper Potts (Gwyneth Paltrow), yang merasa Stark lebih memperhatikan kostum besi dibanding dirinya. Pernyataan perang Stark pun segera ditanggapi Mandarin dengan serangan mendadak ke mansion Stark, menghancurkan semuanya, dan membuat Stark harus menjauh dari Potts untuk sementara waktu agar nyawa kekasihnya tersebut aman. Bermodalkan hanya satu kostum besi yang rusak, Stark merencanakan misi pembalasan kepada Mandarin.

Ketika Shane Black menyatakan Iron Man 3 akan mengambil jalur yang berbeda dengan 2 film sebelumnya, ia benar-benar membuktikannya. Iron Man 3, surprisingly, lebih tentang karakter Tony Stark sendiri dibanding aksinya dengan kostum besi. Dengan sifat Stark yang cuek dan sering bercanda, tone komedi pun sangat dominan sepanjang film. Robert Downey Jr. menampilkan keseimbangan yang apik sebagai Tony Stark yang tengah depresi dan trauma, namun tetap sarkastis dan sinis. Sulit disangkal, karakter Tony Stark sudah sangat melekat dengan Downey Jr., they’re basically the same person.

Sayangnya, Downey Jr. seorang diri tidak mampu menyelamatkan Iron Man 3 dari masalah konsistensi dan transisi cerita. Iron Man 3 terasa lebih seperti film aksi spionase, dan perpindahan adegan seolah melompat-lompat tanpa transisi dan kontinuitas yang rapih. Sejumlah adegan bisa dibilang mubazir dan tidak akan berpengaruh banyak jika dibuang, misalnya misi Kolonel Rhodes (Don Cheadle) dengan kostum War Machine (kini bernama Iron Patriot) mencari persembunyian Mandarin. Dangkalnya karakterisasi beberapa tokoh juga sangat mengganggu. Cukup mengherankan jika sebuah penolakan dari Tony Stark, yang notabene adalah seorang selebriti, memotivasi Killian untuk balas dendam dan menjadi teroris. Juga disayangkan karakter Maya Hansen dan Harley (Ty Simpkins) tidak diberi latar belakang lebih detil, mengingat keduanya memiliki peran vital dalam cerita.

Lalu ada sebuah twist besar terkait Mandarin. Terlepas dari respon positif atau negatif penonton (terutama pembaca komik), Sir Ben Kingsley benar-benar mencuri perhatian lewat aktingnya sebagai sang dalang terorisme. Konfrontasinya dengan Tony Stark menjadi salah satu momen terbaik sepanjang film, selain adegan Air Force One dan parade kostum besi, yang berujung ‘pesta kembang api’. Gwyneth Paltrow pun mendapat kesempatan ‘tampil beda’ memerankan Pepper Potts.

Secara keseluruhan, Iron Man 3 tidak terlalu mengecewakan. Namun, bagi yang sudah memiliki ekspektasi tinggi, kemungkinan akan keluar dari bioskop dengan rasa tidak puas. Sebuah extra scene Tony Stark dengan salah seorang anggota The Avengers setelah end credits juga tidak menambah nilai plus untuk film ini. Nevertheless, Iron Man 3 tetap menyajikan hiburan yang seru dan lucu (ya, lucu). Inkonsistensi cerita dan karakter yang dangkal sepertinya bisa dimaafkan dengan akting kuat dan efek spesial yang memukau. 3/5.

Rating: 3 of 5
Movie Title: Iron Man 3
Cast: Robert Downey Jr., Gwyneth Paltrow, Don Cheadle, Guy Pearce, Ben Kingsley
Director: Shane Black
Duration: 130 Minutes
MEDIA COVERAGE
Kompas
Detikcom
Liputan6
Tempo
OkeZone
KabarBisnis
TeknoJurnal
GoodNewsFromIndonesia
WartaKotaLive
TDWClub
IndonesiaKreatif
DailySocial
TheJakartaPost
BisnisIndonesia
Bloomberg
Reuters
CrackBerry
Yahoo
CBSMoneyWatch
MarketWatch
AFP
AboutDotCom
CentroOne
DreamersRadio